Suatu ketika, ada seorang anak
yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan. Suasana sungguh meriah
siang itu, terlebih saat babak final. Hanya tersisa empat orang sekarang dan
mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri
karna memang begitulah peraturannya. Salah satu diantara keempat itu adalah
Vano. Desain mobilnya tak istimewa bila dibanding semua lawannya tapi secara
performa mobil Vano-lah yang paling sempurna.
Secara fisik mobil itu memang tak
begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip diatasnya ,
tentunya tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya.
Namun Vano bangga dengan itu semua sebab mobil itu adalah buatan tangannya
sendiri.
Tibalah saat yang dinantikan.
Final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mulai bersiap digaris start,
untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap jalur lintasan, telah
siap empat mobil, dengan empat “pembalap” kecilnya. Lintasan itu berbentuk
lingkaran dengan empat jalur terpisah.
Sesaat sebelum lomba, Vano
meminta waktu sebentar untuk berdoa. Lalu semenit kemudian, ia berkata “Ya, aku
siap!”.
Dooor... tanda pertandingan telah
dimulai. Dengan satu hentakkan kuat, mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat.
Semua mobil meluncur dengan cepat. Setip peserta bersorak, bersemangat,
menjagokan mobilnya masing-masing. “Ayoo...cepat...maju!”, begitu teriak
mereka.
Beberapa saat kemudian keluarlah
pemenangnya saat tali lintasan finish terputus oleh laju mobil mainan. Dan
Vano-lah pemenangnya. Vano sangat gembira dengan kemenangan itu dan berucap
syukur pada Tuhan.
Saat pembagian piala tiba, Vano
didaulat menuju podium. Sebelum piala itu diserahkan, ketua panitia bertanya
yang didengar oleh seluruh hadirin, “Hai jagoan, kamu pasti berdoa pada Tuhan
agar kamu menang, bukan?” Vano terdiam lalu menjawabnya, “Bukan Pak, bukan itu
isi doa saya.”
Vano lalu melanjutkan jawabannya,
“ Sepertinya, tak adil meminta pada Tuhan untuk menolong saya mengalahkan orang
lain. Saya hanya memohon pada Tuhan, agar saya tidak menangis jika kalah.“
Semua hadirin terdiam mendengar jawaban itu. Sesaat kemudian terdengarlah tepuk
tangan membahana dari mereka memenuhi ruangan perlombaan itu.
No comments:
Post a Comment